<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-9473939466743942"
crossorigin="anonymous"></script>
Teori belajar behavioristik dan Implikasnya dalam Pembelajaran
oleh : Ulfun Khoirotun
PENDAHULUAN
Dewasa ini,
perkembangan industry 4.0 atau perkembangan era digital telah mempengaruhi
segala aspek kehidupan, terutama dalam pendidikan. Dalam kurun waktu lebih
setahun ini, dunia pendidikan “dipaksa” untuk melakukan perubahan dalam metode
pembelajaran. Jika dulu kita terbiasa dengan motode belajar diluar ruangan
(luring), kini terpaksa kita harus menjalani metode belajar dalam jaringan
(daring). Dalam proses tersebut, tentunya segala kelebihan dan kekurangan
melalui metode belajar daring pun muncul. Agar metode belajar daring tetap
berjalan dengan maksimal, harus ada upaya peningkatan pemanfaatan teknologi
dengan baik, dan penerapan sebuah teori belajar yang bisa menunjang proses
belajar mengajar daring.
Teori belajar
yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktik pendidikan
dan pembelajaran adalah teori aliran behavioristic. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan modle hubungan stimulus, mendudukan siswa yang belajar sebagai individu
yang pasif.
Aplikasi teori
behavioristic terlihat pada transformasi metode luring ke daring, dimana teori
pembelajarannya didasarkan pada gagasan bahwa semua prilaku diperoleh melalui
pengkondisian. Pengkondisian disini terjadi melalui interaksi sosial antara
pendidik dan peserta didik yang beralih ke teknologi digital.
Teori behavioristik hingga sekarang masih dipraktekkan dalam pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini seperti kelompok bermain, Taman Kanak Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi. Bahwa pembentukan prilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari
latar belakang masalah diatas tentang teori aliran behavioristik, maka terdapat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. 1. Apa
pengertian teori behavioristic?
2. 2. Bagaimana
ciri ciri teori behavioristic?
3. 3. Bagaimana
implikasinya dalam proses pembelajaran?
C. TUJUAN
MASALAH
1. 1. Mengetahui
pengertian behavioristic
2. 2. Mengetahui
ciri ciri teori belajar behavioristic
3. 3. Mengetahui implikasi behavioristic dalam proses pembelajaran.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BEHAVIORISTIK
Teori belajar behavioristik adalah
sebuah teori yang mempelajari tingkah laku manusia. Menurut Desmita, teori
belajar behavioristik merupakan teori belajar memahami tingkah laku manusia
yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga
perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya
pengkondisian.[1]
Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan
melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan
mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan
pengamatan, sebab pengamatan merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku.
Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respons[2]. Seseorang
dianggap telah belajar apabila dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respons. Stimulus adalah sesuatu yang diberikan guru kepada
siswa, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus
yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan
respons tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak
dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh karena itu,
apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa
(respons) harus dapat diamati dan diukur.[3]
Teori behavioristik menekankan pada
kajian ilmiah mengenai berbagai respon perilaku yang dapat diamati dan menjadi
penentu lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku memusatkan pada interaksi
dengan lingkungannya yang dapat dilihat dan diukur. Prinsip-prinsip perilaku
diterapkan secara luas untuk membantu orang-orang mengubah perilakunya ke arah
yang lebih baik.[4]
Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah
laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori
belajar behavioristik berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran
yang dikenal dengan aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori belajar menurut pandangan
behavioristik adalah sebuah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan dan praktik pendidikan serta
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responsnya mendudukkan siswa yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya prilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.[5]
Behaviorisme adalah suatu studi tentang
kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan oleh adanya rasa tidak puas
terhadap teori psikologi daya dan teori mental state. Hal ini karena aliran-aliran
terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja. Pandangan dalam psikologi
dan naturalisme science, timbulah aliran baru ini. Jiwa atau sensasi atau image
tidak dapat diterangkan melalui jiwa itu sendiri karena sesungguhnya jiwa itu
adalah respons-respons psikologis. Aliran terdahulu memandang bahwa badan
adalah sekunder, padahal sebenarnya justru menjadi titik tolak. Natural science
melihat semua realita sebagai gerakan-gerakan dan pandangan natural science
mempengaruhi timbulnya behaviorisme. Dalam behaviorisme, masalah metter (zat)
menempati kedudukan yang paling utama dengan tingkah laku tentang sesuatu jiwa
dapat diterangkan. Behaviorisme dapat menjelaskan kelakuan manusia secara
seksama dan menyediakan program pendidikan yang efektif.[6]
Dalam pemikiran aliran Behaviorisme, maka muncul beberapa tokoh aliran sebagai berikut:
a. John B. Watson
John B. Watson (1878- 1958), seorang
ahli psikologi Amerika pada tahun 1930, ia adalah seorang behavioris murni,
kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu ilmu lain seperi fisika atau
biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh
dapat diamati dan diukur. Menurut Watson, perspektif behavioristik berfokus
pada peran dari belajar dan menjelaskan tingkah laku manusia. Asumsi dasar
mengenai tingkah laku menurut teori ini bahwa tingkah laku sepenuhnya
ditentukan oleh aturan-aturan yang diramalkan dan dikendalikan.[7] Menurut
Watson dan para ahli lainnya meyakini bahwa tingkah laku manusia merupakan
hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional. Tingkah
laku dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional. Hal ini didasari
dari hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah laku.
Manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah
lakunya dikontrol oleh faktor faktor berasal dari luar. Salah satu faktor
tersebut yaitu faktor lingkungan yang menjadi penentu dari tingkah laku
manusia. Berdasarkan pemahaman ini, kepribadian individu dapat dikembalikan
kepada hubungan antara individu dan lingkungannya. Hal-hal yang mempengaruhi
perkembangan kepribadian individu semata-mata bergantung pada
lingkungan.Menurut teori ini, orang terlibat di dalam tingkah laku karena telah
mempelajarinya melalui pengalamanpengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah
laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Orang menghentikan tingkah laku, karena
belum diberi hadiah atau telah mendapatkan hukuman.Semua tingkah laku, baik
bermanfaat atau merusak merupakan tingkah laku yang dipelajari oleh manusia.
b.
Ivan P. Pavlov
Ivan P. Pavlov (1849-1936) adalah
ilmuwan Rusia yang yang mengembangkan teori perilaku melalui percobaan tentang
anjing dan air liurnya. Proses yang ditemukan oleh Pavlov, karena perangsang
yang asli dan netral atau rangsangan biasanya secara berulang-ulang dipasangkan
dengan unsur penguat yang menyebabkan suatu reaksi. Menurut Pavlov, dengan
teori kondisioning klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan karena satu
stimulus dengan dan rangsangan muncul
untuk menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan respon.
Teori belajar pengkondisian klasik
merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan karena satu stimulus dan rangsangan
muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu respon. Prosedur
ini disebut klasik karena prioritas historisnya seperti dipakai untuk
menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan
untuk membedakannya dari teori conditioning
lainnya. Menurut Pavlov, teori pengkondisian klasik merupakan prosedur dimana
sebuah stimulus yang mula mula netral Stimulus Terkondisi (SK) dipasangkan
dengan stimulus Tak Terkondisi (ST), yang secara tetap membangkitkan suatu pola
tingkah laku khas tertentu, yakni Respon Tak Terkondisi (RT). Setelah SK dan ST
dipasangkan, maka SK yang disajikan sendirian atau mendahului ST, mampu
membangkitkan suatu reaksi khas yang dikenal dengan respon terkondisi (RK).
Umumnya, RK adalah mirip dengan RT, meskipun jarang identik. [8]
c.
B.F Skinner
Skinner adalah seorang psikolog dari
Harvard (1938-1969) yang telah berjasa mengembangkan teori perilaku Watson.
Pandangannya tentang kepribadian disebut dengan behaviorisme radikal.
Behaviorisme menekankan studi ilmiah tentang respon perilaku yang dapat diamati
dan determinan di lingkungan. Dalam behaviorisme Skinner, pikiran sadar atau
tidak sadar, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan.
Menurut Skinner, perkembangan adalah perilaku. Oleh karena itu para behavioris
yakin bahwa perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai dengan pengalaman
pengalaman lingkungan. Untuk mendemontrasikan pengkondisian operan di
laboratorium, Skinner bereksperimen dengan meletakkan seekor tikus lapar dalam
sebuah kotak, yang disebut “kotak Skinner”, atau “kotak bayi”. Di dalam kotak
tersebut, tikus dibiarkan melakukan aktivitas, berjalan dan menjelajahi keadaan
sekitar. Dalam aktivitas itu, tikus tanpa sengaja menyentuh suatu tuas dan
menyebabkan keluarnya makanan. Tikus akan melakukan lagi aktivitas yang sama
untuk memperoleh makanan, yakni dengan menekan tuas. Semakin lama semakin
sedikit aktivitas yang dilakukan untuk menyentuh tuas dan memperoleh makanan.
Disini tikus mempelajari hubungan antara tuas dan makanan. Hubungan ini akan
terbentuk apabila makanan tetap merupakan hadiah bagi kegiatan yang dilakukan
tikus.
Skinner menjelaskan konsep belajar
secara sederhana, tetapi lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara
stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya,
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku yang tidak sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respons yang diterima
seseorang tidak sesederhana demikian, karena stimulus stimulus yang diberikan
akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut yang
mempengaruhi respons yang dihasilkan. Respons yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut nantinya mempengaruhi
munculnya perilaku. Oleh karena itu,dalam memahami tingkah laku seseorang
secara harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang timbul
akibat respons tersebut. [9]
B.
CIRI CIRI BEHAVIORISTIK
Teori
belajar behavioristic melihat semua tingkah laku manusia dapat ditelusuri dari
bentuk refleks. Dalam psikologi teori belajar behavioristik disebut juga dengan
teori pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari
pengkondisian lingkungan.Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan
lingkungan. Hal ini dilihat secara sistematis dapat diamati dengan tidak
mempertimbangkan keseluruhan keadaan mental. Menurut Ahmadi, teori belajar
behavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu :
a. Aliran
ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya, melainkan mengamati
perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan. Pengalamanpengalaman
batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada badan yang dipelajari. Oleh sebab
itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa
b. Segala
perbuatan dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari unsur-unsur yang
paling sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang dinamakan
refleks. Refleks adalah reaksi yang tidak disadari terhadap suatu pengarang.
Manusia dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau suatu mesin. Ketiga,
behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang adalah sama.
Menurut behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manusia hanya makhluk yang
berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan dapat mempengaruhi reflek
keinginan hati. [10]
Seperti yang dikutip dalam laman
quipper.com, ciri lain dari yang membedakan aliran behavioristik denganteori
lain adalah:
a. Mengutamakan pengaruh lingkungan.
b. Hasil pembelajaran fokus pada terbentuknya perilaku yang diinginkan.
b. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon.
c. Bersifat mekanistis atau dilakukan dengan
mekanis tertentu, misalnya meminta maaf.
d. Menganggap latihan itu adalah hal yang penting
dalam proses pembelajaran.[11]
C.
IMPLIKASI BEHAVIORISTIK DALAM
PEMBELAJARAN
Teori
belajar behavioristik menekankan terbentuknya perilaku terlihat sebagai hasil
belajar. Teori belajar behavioristik dengan model hubungan stimulus respons,
menekankan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Munculnya perilaku
siswa yang kuat apabila diberikan penguatan dan akan menghilang jika dikenai
hukuman.[12]
Teori belajar behavioristik berpengaruh terhadap masalah belajar, karena
belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan untuk pembentukan hubungan antara
stimulus dan respons. Dengan memberikan rangsangan, siswa akan bereaksi dan
menanggapi rangsangan tersebut. Hubungan stimulus-respons menimbulkan
kebiasaan-kebiasaan otomatis belajar. Dengan demikian kelakuan anak terdiri
atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu.
Penerapan teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa komponen seperti : tujuan
pembelajaran, materi pelajaran, karakteristik siswa, media, fasilitas
pembelajaran, lingkungan, dan penguatan.[13]
Teori belajar behavioristik cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir.
Pandangan teori belajar behavioristik merupakan proses pembentukan, yaitu
membawa siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa tidak
bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori
belajar behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar
merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan kepada siswa. Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang diterangkan
oleh guru itulah yang harus dipahami oleh siswa.
Hal yang paling penting dalam teori
belajar behavioristik adalah masukan dan keluaran yang berupa respons. Menurut
teori ini, antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan diukur. Dengan demikian yang dapat diamati
hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan oleh
guru dan apa saja yang dihasilkan oleh siswa semuanya harus dapat diamati dan
diukur yang bertujuan untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku. Faktor
lain yang penting dalam teori belajar behavioristik adalah faktor penguatan. Di
lihat dari pengertiannya penguatan adalah segala sesuatu yang dapat memperkuat
timbulnya respons. Pandangan behavioristik kurang dapat menjelaskan adanya
variasi tingkat emosi siswa, walaupun siswa memiliki pengalaman penguatan yang
sama. Pandangan behavioristik tidak dapat menjelaskan dua anak yang mempunyai
kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama. Di lihat dari
kemampuannya, kedua anak tersebut mempunyai perilaku dan tanggapan berbeda
dalam memahami suatu pelajaran.Oleh sebab itu teori belajar behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respons yang dapat diamati. Teori belajar
behavioristik tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur unsur yang diamati.[14]
Teori belajar behavioristik menekankan
pada perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut siswa mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Menurut Mukinan, beberapa prinsip
tersebut, yaitu :
a. Teori
belajar behavioristik beranggapan yang dinamakan belajar adalah perubahan
tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar jika yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan tingkah laku.
b. Teori
ini beranggapan yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan
respons, karena hal ini yang dapat diamati, sedangkan apa yang terjadi dianggap
tidak penting karena tidak dapat diamati.
c. Penguatan, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Pendidikan berupaya mengembangkan perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Pendidik berupaya agar dapat memahami peserta didik yang beranjak dewasa. Perkembangan perilaku merupakan objek pengamatan dari aliran aliran behaviorisme. Perilaku dapat berupa sikap, ucapan, dan tindakan seseorang sehingga perilaku ini merupakan bagian dari psikologi. Oleh sebab itu, psikologi pendidikan mengkaji masalah yang memengaruhi prilaku orang ataupun kelompok dalam proses belajar.[15]
PENUTUP
Teori
belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku
manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori belajar
behavioristik berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal dengan aliran aliran behavioristik. Teori belajar
behavioristik dengan model hubungan stimulus-respons mendudukkan siswa yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan. Menurut aliran-aliran
behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan
yang ditangkap panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan
antara stimulus dan respons.
Fokus
utama dalam teori belajar behavioristik adalah perilaku yang terlihat dan
penyebab luar yang menstimulasinya. Belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku
diperoleh dari pengkondisian lingkungan. Pengkondisian tersebut terjadi melalui
interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioristik dengan
stimulusnya. Teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu. Pertama,
aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya, melainkan
hanya mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan. Pengalaman
pengalaman batin di kesampingkan dan hanya perubahan serta gerak-gerak pada
badan yang dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa.
Teori
belajar behavioristik cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan
teori belajar behavioristik merupakan proses pembentukan, yaitu membawa siswa
untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa yang tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar
behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada
siswa. Hal yang paling penting dalam teori belajar behavioristik adalah masukan
dan keluaran yang berupa respons. Menurut teori ini, antara stimulus dan
respons dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan diukur. Dengan demikian yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons.
Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan oleh guru dan apa saja yang dihasilkan oleh
siswa semuanya harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan untuk melihat
terjadinya perubahan tingkah laku.
Daftar Pustaka
[1]
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya) 2005. hal 44
[2]
R.E Slavin, Educational Psychology ; Theory and
Practice. (Massachusetts : Allyn and Bacon), 2000, hal 35
[3]
Ida Bagus Putrayasa, Landasan Pembelajaran, (Bali: Undiskha
Press) 2013, hal 42.
[4]
Laura A King, Psikologi Umum sebuah Pengantar Apresiatif, (Jakarta
: Salemba Humanika) 2010, hal 15.
[5]
Rusli Dan Khalik, Theory of Learning According to Educational
Psychology (Jurnal Sosial Humaniora). Vol. 4 No. 2 Hal 62-67.
[6]
Oemar Hamalik, Kurikulumdan Pembelajaran (Jakarta: Bumi
Aksara), 2008, hal 43.
[7]
Ida Bagus Putrayasa, Landasan Pembelajaran, (Bali: Undiskha
Press) 2013, hal 46.
[8]
Calvin S. Hall & Gardner
Lindzey, Teori Teori Sifat dan
Behavioristik, (Yogyakarta: Kanisius) 1993, hal 211
[9] Ibid, hal 312.
[10]
Abu Ahmadi, Psikologi Umum. (Jakarta : PT. Rinike
Cipta ), 2003 hal 46.
[11]
https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/teori-belajar-behavioristik/ diakses pada 2 Desember 2021.
[12]
Nasution, Asas Asas Kurikulum. (Jakarta
: Bumi Aksara), 2006, hal 66
[13]
Ahmad Sugandi, Teori Pembelajaran, (Semarang : UPT MKK
UNNES) 2007, hal 35
[14]
Ida Bagus Putrayasa, landasan
Pembelajaran… hal 46
[15]
Mukinan, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta
: P3G IKIP) 1997, hal 36