12/01/2021

Teori Belajar Behavioristik dan Implikasinya dalam Pembelajaran

 

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-9473939466743942"

     crossorigin="anonymous"></script>

Teori belajar behavioristik dan Implikasnya dalam Pembelajaran
oleh : Ulfun Khoirotun 


PENDAHULUAN

 A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dewasa ini, perkembangan industry 4.0 atau perkembangan era digital telah mempengaruhi segala aspek kehidupan, terutama dalam pendidikan. Dalam kurun waktu lebih setahun ini, dunia pendidikan “dipaksa” untuk melakukan perubahan dalam metode pembelajaran. Jika dulu kita terbiasa dengan motode belajar diluar ruangan (luring), kini terpaksa kita harus menjalani metode belajar dalam jaringan (daring). Dalam proses tersebut, tentunya segala kelebihan dan kekurangan melalui metode belajar daring pun muncul. Agar metode belajar daring tetap berjalan dengan maksimal, harus ada upaya peningkatan pemanfaatan teknologi dengan baik, dan penerapan sebuah teori belajar yang bisa menunjang proses belajar mengajar daring.

Teori belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran adalah teori aliran behavioristic. Aliran ini menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan modle hubungan stimulus, mendudukan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif.

Aplikasi teori behavioristic terlihat pada transformasi metode luring ke daring, dimana teori pembelajarannya didasarkan pada gagasan bahwa semua prilaku diperoleh melalui pengkondisian. Pengkondisian disini terjadi melalui interaksi sosial antara pendidik dan peserta didik yang beralih ke teknologi digital.

Teori behavioristik hingga sekarang masih dipraktekkan dalam pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini seperti kelompok bermain, Taman Kanak Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi. Bahwa pembentukan prilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah diatas tentang teori aliran behavioristik, maka terdapat rumusan masalah sebagai berikut:

1.     1. Apa pengertian teori behavioristic?

2.     2. Bagaimana ciri ciri teori behavioristic?

3.     3. Bagaimana implikasinya dalam proses pembelajaran?

 

C. TUJUAN MASALAH

1.     1. Mengetahui pengertian behavioristic

2.     2. Mengetahui ciri ciri teori belajar behavioristic

3.     3. Mengetahui implikasi behavioristic dalam proses pembelajaran.


PEMBAHASAN 

A. PENGERTIAN BEHAVIORISTIK

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang mempelajari tingkah laku manusia. Menurut Desmita, teori belajar behavioristik merupakan teori belajar memahami tingkah laku manusia yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengkondisian.[1] Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan pengamatan, sebab pengamatan merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons[2]. Seseorang dianggap telah belajar apabila dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Stimulus adalah sesuatu yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respons tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh karena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respons) harus dapat diamati dan diukur.[3]

Teori behavioristik menekankan pada kajian ilmiah mengenai berbagai respon perilaku yang dapat diamati dan menjadi penentu lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku memusatkan pada interaksi dengan lingkungannya yang dapat dilihat dan diukur. Prinsip-prinsip perilaku diterapkan secara luas untuk membantu orang-orang mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik.[4] Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori belajar behavioristik berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal dengan aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori belajar menurut pandangan behavioristik adalah sebuah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan dan praktik pendidikan serta pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responsnya mendudukkan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya prilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.[5]

Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan oleh adanya rasa tidak puas terhadap teori psikologi daya dan teori mental state. Hal ini karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja. Pandangan dalam psikologi dan naturalisme science, timbulah aliran baru ini. Jiwa atau sensasi atau image tidak dapat diterangkan melalui jiwa itu sendiri karena sesungguhnya jiwa itu adalah respons-respons psikologis. Aliran terdahulu memandang bahwa badan adalah sekunder, padahal sebenarnya justru menjadi titik tolak. Natural science melihat semua realita sebagai gerakan-gerakan dan pandangan natural science mempengaruhi timbulnya behaviorisme. Dalam behaviorisme, masalah metter (zat) menempati kedudukan yang paling utama dengan tingkah laku tentang sesuatu jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme dapat menjelaskan kelakuan manusia secara seksama dan menyediakan program pendidikan yang efektif.[6]

Dalam pemikiran aliran Behaviorisme, maka muncul beberapa tokoh aliran sebagai berikut:

a. John B. Watson

John B. Watson (1878- 1958), seorang ahli psikologi Amerika pada tahun 1930, ia adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu ilmu lain seperi fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Menurut Watson, perspektif behavioristik berfokus pada peran dari belajar dan menjelaskan tingkah laku manusia. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan yang diramalkan dan dikendalikan.[7] Menurut Watson dan para ahli lainnya meyakini bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional. Tingkah laku dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional. Hal ini didasari dari hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah laku.

Manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor faktor berasal dari luar. Salah satu faktor tersebut yaitu faktor lingkungan yang menjadi penentu dari tingkah laku manusia. Berdasarkan pemahaman ini, kepribadian individu dapat dikembalikan kepada hubungan antara individu dan lingkungannya. Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan kepribadian individu semata-mata bergantung pada lingkungan.Menurut teori ini, orang terlibat di dalam tingkah laku karena telah mempelajarinya melalui pengalamanpengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Orang menghentikan tingkah laku, karena belum diberi hadiah atau telah mendapatkan hukuman.Semua tingkah laku, baik bermanfaat atau merusak merupakan tingkah laku yang dipelajari oleh manusia.

b. Ivan P. Pavlov

Ivan P. Pavlov (1849-1936) adalah ilmuwan Rusia yang yang mengembangkan teori perilaku melalui percobaan tentang anjing dan air liurnya. Proses yang ditemukan oleh Pavlov, karena perangsang yang asli dan netral atau rangsangan biasanya secara berulang-ulang dipasangkan dengan unsur penguat yang menyebabkan suatu reaksi. Menurut Pavlov, dengan teori kondisioning klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan karena satu stimulus dengan dan rangsangan  muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan respon.

Teori belajar pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan karena satu stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu respon. Prosedur ini disebut klasik karena prioritas historisnya seperti dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya. Menurut Pavlov, teori pengkondisian klasik merupakan prosedur dimana sebuah stimulus yang mula mula netral Stimulus Terkondisi (SK) dipasangkan dengan stimulus Tak Terkondisi (ST), yang secara tetap membangkitkan suatu pola tingkah laku khas tertentu, yakni Respon Tak Terkondisi (RT). Setelah SK dan ST dipasangkan, maka SK yang disajikan sendirian atau mendahului ST, mampu membangkitkan suatu reaksi khas yang dikenal dengan respon terkondisi (RK). Umumnya, RK adalah mirip dengan RT, meskipun jarang identik. [8]

c.  B.F Skinner

Skinner adalah seorang psikolog dari Harvard (1938-1969) yang telah berjasa mengembangkan teori perilaku Watson. Pandangannya tentang kepribadian disebut dengan behaviorisme radikal. Behaviorisme menekankan studi ilmiah tentang respon perilaku yang dapat diamati dan determinan di lingkungan. Dalam behaviorisme Skinner, pikiran sadar atau tidak sadar, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan. Menurut Skinner, perkembangan adalah perilaku. Oleh karena itu para behavioris yakin bahwa perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai dengan pengalaman pengalaman lingkungan. Untuk mendemontrasikan pengkondisian operan di laboratorium, Skinner bereksperimen dengan meletakkan seekor tikus lapar dalam sebuah kotak, yang disebut “kotak Skinner”, atau “kotak bayi”. Di dalam kotak tersebut, tikus dibiarkan melakukan aktivitas, berjalan dan menjelajahi keadaan sekitar. Dalam aktivitas itu, tikus tanpa sengaja menyentuh suatu tuas dan menyebabkan keluarnya makanan. Tikus akan melakukan lagi aktivitas yang sama untuk memperoleh makanan, yakni dengan menekan tuas. Semakin lama semakin sedikit aktivitas yang dilakukan untuk menyentuh tuas dan memperoleh makanan. Disini tikus mempelajari hubungan antara tuas dan makanan. Hubungan ini akan terbentuk apabila makanan tetap merupakan hadiah bagi kegiatan yang dilakukan tikus.

Skinner menjelaskan konsep belajar secara sederhana, tetapi lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku yang tidak sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respons yang diterima seseorang tidak sesederhana demikian, karena stimulus stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut yang mempengaruhi respons yang dihasilkan. Respons yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu,dalam memahami tingkah laku seseorang secara harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang timbul akibat respons tersebut. [9]

 

B. CIRI CIRI BEHAVIORISTIK

     Teori belajar behavioristic melihat semua tingkah laku manusia dapat ditelusuri dari bentuk refleks. Dalam psikologi teori belajar behavioristik disebut juga dengan teori pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisian lingkungan.Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Hal ini dilihat secara sistematis dapat diamati dengan tidak mempertimbangkan keseluruhan keadaan mental. Menurut Ahmadi, teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu :

a.    Aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya, melainkan mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan. Pengalamanpengalaman batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada badan yang dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa

b.   Segala perbuatan dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari unsur-unsur yang paling sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang dinamakan refleks. Refleks adalah reaksi yang tidak disadari terhadap suatu pengarang. Manusia dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau suatu mesin. Ketiga, behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang adalah sama. Menurut behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manusia hanya makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan dapat mempengaruhi reflek keinginan hati. [10]

Seperti yang dikutip dalam laman quipper.com, ciri lain dari yang membedakan aliran behavioristik denganteori lain adalah:

a.       Mengutamakan pengaruh lingkungan.

b.       Hasil pembelajaran fokus pada terbentuknya perilaku yang diinginkan.

b.       Mementingkan pembentukan reaksi atau respon.

c.       Bersifat mekanistis atau dilakukan dengan mekanis tertentu, misalnya meminta maaf.

d.       Menganggap latihan itu adalah hal yang penting dalam proses pembelajaran.[11]

 

C.  IMPLIKASI BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN

          Teori belajar behavioristik menekankan terbentuknya perilaku terlihat sebagai hasil belajar. Teori belajar behavioristik dengan model hubungan stimulus respons, menekankan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Munculnya perilaku siswa yang kuat apabila diberikan penguatan dan akan menghilang jika dikenai hukuman.[12] Teori belajar behavioristik berpengaruh terhadap masalah belajar, karena belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan untuk pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. Dengan memberikan rangsangan, siswa akan bereaksi dan menanggapi rangsangan tersebut. Hubungan stimulus-respons menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis belajar. Dengan demikian kelakuan anak terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu.

Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa komponen seperti : tujuan pembelajaran, materi pelajaran, karakteristik siswa, media, fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan penguatan.[13] Teori belajar behavioristik cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan teori belajar behavioristik merupakan proses pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa. Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang diterangkan oleh guru itulah yang harus dipahami oleh siswa.

Hal yang paling penting dalam teori belajar behavioristik adalah masukan dan keluaran yang berupa respons. Menurut teori ini, antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan diukur. Dengan demikian yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan oleh guru dan apa saja yang dihasilkan oleh siswa semuanya harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku. Faktor lain yang penting dalam teori belajar behavioristik adalah faktor penguatan. Di lihat dari pengertiannya penguatan adalah segala sesuatu yang dapat memperkuat timbulnya respons. Pandangan behavioristik kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun siswa memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan behavioristik tidak dapat menjelaskan dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama. Di lihat dari kemampuannya, kedua anak tersebut mempunyai perilaku dan tanggapan berbeda dalam memahami suatu pelajaran.Oleh sebab itu teori belajar behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respons yang dapat diamati. Teori belajar behavioristik tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur unsur yang diamati.[14]

Teori belajar behavioristik menekankan pada perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut siswa mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Menurut Mukinan, beberapa prinsip tersebut, yaitu :

a.      Teori belajar behavioristik beranggapan yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku.

b.     Teori ini beranggapan yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons, karena hal ini yang dapat diamati, sedangkan apa yang terjadi dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.

c.      Penguatan, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Pendidikan berupaya mengembangkan perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Pendidik berupaya agar dapat memahami peserta didik yang beranjak dewasa. Perkembangan perilaku merupakan objek pengamatan dari aliran aliran behaviorisme. Perilaku dapat berupa sikap, ucapan, dan tindakan seseorang sehingga perilaku ini merupakan bagian dari psikologi. Oleh sebab itu, psikologi pendidikan mengkaji masalah yang memengaruhi prilaku orang ataupun kelompok dalam proses belajar.[15]

PENUTUP

Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori belajar behavioristik berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal dengan aliran aliran behavioristik. Teori belajar behavioristik dengan model hubungan stimulus-respons mendudukkan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan. Menurut aliran-aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons.

Fokus utama dalam teori belajar behavioristik adalah perilaku yang terlihat dan penyebab luar yang menstimulasinya. Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku diperoleh dari pengkondisian lingkungan. Pengkondisian tersebut terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioristik dengan stimulusnya. Teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu. Pertama, aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya, melainkan hanya mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan. Pengalaman pengalaman batin di kesampingkan dan hanya perubahan serta gerak-gerak pada badan yang dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa.

Teori belajar behavioristik cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan teori belajar behavioristik merupakan proses pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa yang tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa. Hal yang paling penting dalam teori belajar behavioristik adalah masukan dan keluaran yang berupa respons. Menurut teori ini, antara stimulus dan respons dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan diukur. Dengan demikian yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan oleh guru dan apa saja yang dihasilkan oleh siswa semuanya harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku.



Daftar Pustaka

[1] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya) 2005. hal 44

[2] R.E Slavin, Educational Psychology ; Theory and Practice. (Massachusetts : Allyn and Bacon), 2000, hal 35

[3] Ida Bagus Putrayasa, Landasan Pembelajaran, (Bali: Undiskha Press) 2013, hal 42.

[4] Laura A King, Psikologi Umum sebuah Pengantar Apresiatif, (Jakarta : Salemba Humanika) 2010, hal 15.

[5] Rusli Dan Khalik, Theory of Learning According to Educational Psychology (Jurnal Sosial Humaniora). Vol. 4 No. 2 Hal 62-67.

[6] Oemar Hamalik, Kurikulumdan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara), 2008, hal 43.

[7] Ida Bagus Putrayasa, Landasan Pembelajaran, (Bali: Undiskha Press) 2013, hal 46.

 

[8] Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori Teori Sifat dan Behavioristik, (Yogyakarta: Kanisius) 1993, hal 211

[9] Ibid, hal 312.

[10] Abu Ahmadi, Psikologi Umum. (Jakarta : PT. Rinike Cipta ), 2003 hal 46.

[12] Nasution,  Asas Asas Kurikulum. (Jakarta : Bumi Aksara), 2006, hal 66

[13] Ahmad Sugandi, Teori Pembelajaran, (Semarang : UPT MKK UNNES) 2007, hal 35

[14] Ida Bagus Putrayasa, landasan Pembelajaran… hal 46

[15] Mukinan, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta : P3G IKIP) 1997, hal 36

 

blogger templates | Make Money Online